Translate

Selasa, 30 Desember 2014

Indahnya Kecantikan

Satu kata “cantik” sudah tidak asing lagi untuk kaum hawa. Semua wanita terlihat berlomba mempercantik diri dengan cara apapun untuk dinilai sempurna oleh kaum adam. Untuk tampil cantik terkadang seorang wanita rela melakukan hal apapun untuk menjadi seorang wanita cantik yang sempurna, bahkan untuk menurunkan berat badan agar memiliki badan yang ideal pun dapat mereka lakukan meskipun banyak rintangannya. Mendengar kata cantik dapat terbayangkan langsung kriterianya seperti apa, memiliki berat badan yang ideal tidak terlalu gemuk ataupun langsing, memiliki tubuh yang berbentuk seperti biola, berkulit putih dan halus, hidung mancung kecil, mata bersinar, halis tebal,bibir merah, rambut panjang yang tertata rapih, biasa berdandan dengan polesan yang terlihat menarik, merawat kuku secara teratur, murah senyum, tinggi, dan pintar. Pasti semua orang melihatnya sebagai sosok yang paling sempurna di dunia ini. Mungkin memang banyak kaum adam yang menilai cantik itu dari sebagian kriteria yang telah disebutkan, tapi bagi seorang perempuan yang tidak memiliki sebagian kecil kriteria seperti itu pun akan merasa sedih, kecewa, tidak percaya diri, merasa tidak memiliki kelebihan apapun dan merasa tidak akan pernah menjadi sosok yang terlihat sempurna. Salah besar jika semua orang berpandangan seperti itu, sangat berpikir pendek jika memandang kecantikan hanya sebatas kulit luar saja. Sehingga dengan mudah kaum hawa akan tergoda untuk membeli produk-produk kecantikan dengan mengeluarkan uang banyak dan tidak memperhatikan lagi batasan-batasan untuk tampil cantik dalam agama. Jangan terus mengikuti langkah-langkah setan yang memoles kulit luar, karena itu tidak gratis tetapi membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Dengan kata lain membuat diri sendiri menjadi boros dan bukan kah boros adalah penyakit setan yang hanya akan merugikan.

Sebenarnya hal-hal yang disebutkan di atas tidak akan selalu pasti benar. Seseorang yang cantik itu tidak selalu tetap cantik, tetapi bisa berubah dengan zamannya. Karena memang kecantikan fisik itu tidak akan tetap sampai kita mengakhiri hidup, tetapi bisa berubah dengan umur seseorang, meskipun berani untuk melakukan suatu operasi plastik pada wajahnya dan berani mencoba hal-hal dengan cara pengobatan lainnya. Zaman tidak akan terus memandang wanita yang cantik secara fisik saja, tapi zaman pun pasti mengalami perubahan yang memandang cantik dari cara berpakaiannya. Bahkan wanita gemuk pun ada saatnya untuk dikatakan sebagai wanita yang cantik. Semua wanita semenjak lahir ke dunia ini relatif cantik, hanya saja dengan arti cantik yang berbeda-beda. Semua orang akan bertingkah laku sesuai pemahamannya sendiri, bagaimana seorang wanita memahami arti kecantikan. Seorang wanita yang terlihat cantik dari fisik saja tidak perlu dikatakan sebagai sosok yang sempurna karena memang orang-orang yang melihatnya secara fisik belum tentu dapat mengetahui isi hati dan tingkah lakunya. Menurut saya sendiri, seorang wanita yang cantik fisik itu adalah korban iklan alat-alat kosmetik dan memang mudah tergoda dengan kata-kata pada iklan yang ia lihat atau dengar. Kata “cantik” memang mudah untuk diucapkan, namun kata cantik memiliki arti yang berat tidak semudah itu untuk diucapkan. Untuk menilai seorang wanita cantik atau tidaknya harus terlebih dulu mengenal dalam dan luarnya secara baik. Bagaimana seorang wanita menghiasi apa yang dimilikinya dan menggunakannya dengan penuh rasa syukur. Seperti menggunakan bibir untuk mengucapkan kata-kata yang baik, menggunakan tangan untuk memberi kepada orang yang kekurangan, menggunakan mata untuk melihat sisi yang baik dari orang lain, menggunakan telinga untuk mendengar kata-kata yang dapat dijadikan ilmu pengetahuan yang baik bagi diri sendiri, dan lain sebagainya.

Menurut saya sendiri, semua wanita itu cantik dan memiliki innerbeauty masing-masing. Dengan senyuman pun dapat terlihat innerbeauty yang memancar. Membuat seseorang yang merasa indah untuk melihatnya. Namun kecantikan itu tidak dapat dinilai sendiri tetapi dinilai oleh orang-orang yang melihat dan mengenal kita. Saya pun tidak bisa yakin bahwa saya adalah seorang wanita yang cantik dan sempurna, karena saya sendiri memang masih merasa memiliki kekurangan hanya saya tetap yakin dan percaya diri menjalani hari dengan apa yang saya miliki. Seorang wanita yang merasa tidak memiliki kriteria cantik tidak pantas merasa dirinya bukan orang yang sempurna. Dengan badan yang gemuk pun mudah terlihat cantik dengan memakai fasion yang rapih, bisa memadukan warna fasion yang digunakan, dan memoles wajah secukupnya. Daripada memaksakan untuk menurunkan berat badan agar terlihat cantik tetapi akibatnya bisa menimbulkan rasa sakit. Melakukan hal tersebut bukan akan membuat seorang wanita benar-benar bangga terhadap kecantikan yang telah dimilikinya tetapi bisa terjadi sebaliknya, hanya membuat dirinya merasa tersiksa menjalani hidup. Dengan menggunakan fasion yang cocok pun seorang wanita bisa merasa dirinya terlihat cantik dan percaya diri. Bagi para kaum adam, mulailah membuka mata untuk melihat seorang wanita dari segala sisi tidak hanya melihat dari fisik tapi kenali juga isi hatinya, tingkah laku, kesopanan, dan keagamaannya. Karena itu pun adalah bagian hal yang penting, yang dapat menyempurnakan kecantikan seorang wanita. Untuk apa memiliki fisik yang cantik tetapi sikap dan tingkah lakunya tidak berperilaku cantik. Untuk menjalani hidupnya tidak akan pernah bisa menyeimbangkan segala sesuatu yang dimilikinya.


Seorang wanita muslim akan lebih terlihat begitu cantik, jika sudah memiliki akhlak yang baik, taat beribadah, dan dapat menutupi auratnya. Subhanallah sungguh sangat beruntung bagi para kaum adam yang memiliki wanita muslimah seperti itu. Seorang wanita yang sangat sempurna, yang diidamkan oleh para kaum adam dan para orang tua. Begitu indahnya kecantikan kita jika dapat memiliki semua hal tersebut. Berkacalah terlebih dahulu dari sikap dan tingkah laku diri sendiri sebelum kita mempercantik diri secara fisik. Perlu disadari bukan alat-alat kosmetik saja yang dibutuhkan seorang wanita untuk terlihat cantik dan sempurna, karena alat-alat kosmetik hanya membuat kita untuk mengeluarkan uang yang banyak padahal uang itu akan lebih bermanfaat jika kita memberikan sebagian rizki kita pada orang yang kurang mampu. Sehingga simpanlah kata “cantik” bagi kaum adam sebelum mengenal seorang wanita dari segala sisi. Jangan mudah mengeluarkan kata cantik itu untuk mengagungkan seorang wanita secara fisik. Cantik itu idaman semua wanita, tapi cantik yang sempurna tidak mudah untuk seorang wanita dapatkan. Kecantikan fisik benar-benar tidak akan bertahan lama, itu hanya bersifat sementara. Ada yang lebih indah daripada itu di hadapan Tuhan Yang Maha Esa yaitu kecantikan hati yang akan berbalaskan wangi surga dan indahnya kecantikan yang kita miliki harus tetap diikuti rasa syukur kepada Tuhan.  Marilah kita rubah sedikit demi sedikit mengenai paradigma kecantikan. 

Sejarah dan Diplomasi Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Diplomasi menurut R. P. Barston adalah manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan internasional lainnya.  Adapun sebuah definisi yang terkait dengan metode yaitu diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi dan militer kepada negara-negara yang terlibat dalam aktivitas diplomasi, yang diformulasikan dalam pertukaran permintaan dan konsesi antara para pelaku negosiasi. Untuk mencapai kepentingan nasional, keterampilan dalam berdiplomasi merupakan syarat utama seorang diplomat yang terlibat dalam politik internasional, yang pada dasarnya dipergunakan untuk mencapai kesepakatan, kompromi, dan penyelesaian masalah dimana tujuan-tujuan pemerintah saling bertentangan. Diplomasi tersebut dapat diselenggarakan dalam pertemuan khusus atau konferensi umum. Salah satu fungsi diplomasi adalah untuk mendamaikan beragamnya kepentingan atau paling tidak membuatnya berkesesuaian.
Diplomasi mempunyai ruang lingkup menyelesaikan perbedaan-perbedaan dan menjamin kepentingan-kepentingan negara melalui negosiasi yang sukses. Sebagai aktor diplomatik, pekerjaannya bukanlah untuk menyusun kebijakan tetapi pelaksana kebijakan luar negeri, diplomat menyampaikan detail kebijakan pemerintahan negara lain, menjelaskannya, dan memperoleh dukungan, jika dikehendaki, menegosiasikan kesepakatan untuk meningkatkan dan mewujudkannya. Tugas-tugas diplomat akan lebih mudah dijalankan apabila seorang diplomat sendiri mengenal dan mengetahui gaya dan metode diplomatik, karena memang tidak semua negara memiliki gaya dan metode diplomatik yang sama. Peran para diplomat telah berkurang lantaran adanya komunikasi maju, ketidaksetujuan rakyat akan diplomasi dan diplomat, dan kecenderungan kepala-kepala pemerintahan melakukan negosiasi sendiri. Meningkatnya daya peran pertemuan-pertemuan internasional, penggantian diplomasi terbuka untuk diplomasi tertutup dan kurangnya pengalaman negara-negara adidaya telah menyebabkan mundurnya diplomasi.
Konsep gaya diplomatik adalah sarana yang berguna untuk memikirkan cara karakteristik dimana negara dan pendekatan aktor lain menangani kebijakan eksternalnya.LRead phonetically Hal ini tentu saja tidak mengatakan bahwa setiap keputusan akan mencerminkan fitur gaya diplomatik. Dalam gaya diplomatik termasuk perilaku negosiasi, preferensi untuk diplomasi terbuka atau rahasia, jenis utusan yang digunakan, bahasa diplomatik, pilihan institusi dan jenis instrumen perjanjian seperti memorandum atau perjanjian persahabatan. Untuk lembaga-lembaga internasional, gaya operasi diplomatik mencerminkan pendekatan karakteristik organisasi untuk memecahkan masalah, melaksanakan negosiasi dan jenis perjanjian asosiatif biasanya dengan lembaga atau institusi tersebut.
Salah satu metode yang digunakan untuk mencapai kepentingan nasional adalah teknik diplomasi. Diplomasi adalah proses sementara politik luar negeri yang merupakan tujuan. Seiring dengan perkembangan zaman, cakupan isu, aktor, dan agenda diplomasi dalam hubungan internasional semakin kompleks dan berkembang. Diplomasi tradisional yang hanya melibatkan peran pemerintah dalam menjalankan misi diplomasi, tidak akan efektif dalam rangka menyampaikan pesan-pesan diplomasi terhadap suatu negara. Oleh karena itu, aktivitas diplomasi publik yang melibatkan peran serta publik sangat dibutuhkan dalam rangka melengkapi aktivitas diplomasi tradisional. Close diplomacy or secret diplomacy ditinjau kembali penggunaannya di abad- 21 mengingat semakin kompleksnya isu dan cakupan masalah yang dihadapi oleh negara bangsa. Ide menuju open diplomacy dan total diplomacy menjadi alternatif yang digunakan untuk menjawab tantangan dan peluang dalam kerjasama bilateral dan multilateral yang menyokong politik luar negeri Indonesia saat ini.

1.2  Perumusan masalah
Dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas, antara lain adalah:
1.      Seperti apa gaya dan metode diplomatik yang harus dijalani para aktor diplomat?
2.      Bagaimana diplomasi di Indonesia yang mengalami perubahan?







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Gaya dan Metode Diplomatik
2.1.1 Gaya Diplomatik
Dalam gaya diplomatik termasuk perilaku negosiasi, preferensi untuk diplomasi terbuka atau rahasia, jenis utusan yang digunakan, bahasa diplomatik, pilihan institusi dan jenis instrumen perjanjian seperti memorandum atau perjanjian persahabatan. Mungkin pengaruh paling penting dalam pertumbuhan diplomasi pribadi di tingkat kepala negara atau pemerintah, dan membangun penyesuaian dalam diplomasi regional adalah, melalui pertemuan, konferensi dan pertemuan formal dalam dunia politik. Diplomatik dan ahli teknis. Perluasan dari masyarakat negara juga membawa sebuah kekayaan yang lebih besar dan keragaman dalam gaya diplomatik, terutama pada tingkat kepala negara. Gaya diplomatik di negara-negara bersatu, utusan khusus kepresidenan telah digunakan dalam beberapa cara, seperti yang digambarkan oleh misi Jenderal Marshall untuk china atau peran utusan keliling dari W. Averell Harriman, tentu merupakan ciri khas gaya Amerika. Perkembangan yang telah mempengaruhi gaya diplomatik adalah perubahan rezim melalui kudeta atau pembentukan kembali rezim sipil atau rezim campuran yang merupakan faktor utama mencegah munculnya kejadian yang tak di sangka, dengan satu atau dua pengecualian, dari setiap gaya Afrika dengan jelas. Yang tidak dapat terpisahkan dari  masalah politik dan ekonomi dalam kebijakan luar negeri telah memiliki dampak pada janji tertinggi, dan lebih rendah pada tingkat kedutaan besar. Aspek representasional dari diplomasi juga telah dipengaruhi oleh pertumbuhan diplomasi multilateral. Konsep gaya diplomatik juga dapat diterapkan pada lembaga-lembaga internasional dan aktor lainnya. Kepala eksekutif akan mempengaruhi strategi, prioritas dan representasi keseluruhan. Elemen kedua gaya diplomatik kelembagaan adalah prosedur karakteristik untuk negosiasi dan pemecahan masalah. Elemen ketiga gaya institutional yang melibatkan rencana karakteristik masalah, yang mencakup jenis instrumen perjanjian atau instrumen informal.
Negosiasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan diplomasi. Kesepakatan bilateral maupun multilateral yang telah berhasil dicapai, baik berupa traktat, kerja sama, aliansi, pemberian bantuan, perang, maupun damai tidak terlepas, selain merupakan produk dari negosiasi. Citra suatu negara sangat ditentukan oleh keberhasilan para diplomat dalam bernegosiasi dan mencari kesepakatan terhadap kepentingan-kepentingan nasionalnya. Negosiasi adalah kontak dan komunikasi antara pembuat kebijakan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan. Yang ingin dicapai adalah harmoni dan saling pengertian, bukan semata-mata kemenangan. Cara untuk mencapai kepentingan bersama antara lain dengan: meningkatkan saling pengertian, menunjukkan itikad baik, dan menghilangkan keragu-raguan. Semuanya itu, mengarah pada tujuan pokok negosiasi yaitu untuk mencapai tujuan secara damai.
Pada saat diplomasi lama atau diplomasi rahasia, para diplomat sangat sadar akan ruang lingkup dan guna diplomasi sehingga dapat menjadikan taktik apa pun. Diplomasi harus menentukan tujuannya, dengan memperhitungkan power, yang benar-benar ada dan potensial bagi pencapaian tujuan-tujuan itu, dan pada saat yang sama menentukan hal-hal seperti, sejauh mana tujuan-tujuan yang berbeda itu bisa cocok satu sama lain. Sehingga diplomasi rahasia mencirikan semangat kompromi. Diplomasi rahasia telah jatuh ke dalam persengketaan kaum liberal yang ingin membuang pengaruh power-politics dalam hubungan internasional, sehingga diplomasi rahasia digantikan menjadi diplomasi terbuka yang akan lebih membantu pemeliharaan perdamaian dan keharmonisan internasional. Diplomasi terbuka mengandung 3 gagasan: (1) harus tidak ada perjanjian  rahasia; (2) negosiasi harus dilakukan secara terbuka; dan (3) apabila suatu perjanjian sudah dicapai, tidak boleh ada usaha di belakang layar untuk mengubah ketetapannya secara rahasia.

2.1.2 Metode Diplomatik
Perubahan dalam metode diplomatik tampak di dalam lima bidang, yaitu (1)diplomasi pribadi; (2)konferensi timur-barat; (3)diplomasi blok; (4)asosiatif diplomasi; dan (5)penggunaan konsensus dalam diplomasi mutilateral. Pertumbuhan diplomasi pribadi telah dibawa oleh perubahan komunikasi modern, dan penyebaran kolaborasi regional di luar Eropa, di Afrika dalam aliansi dan hubungan kolaboratif  lainnya.
Konferensi Tingkat Tinggi melayani satu atau lebih tujuan-tujuan diplomatik antara lain adalah: (1) efek simbolik, (2) memperoleh informasi /pertukaran pandangan; (3) pembahasan isu-isu sisi; (4) penetapan kebijakan strategis; (5) penyelesaian perselisihan; (6 ) menyebarkan krisis; (7) negosiasi dan pengesahan tahap akhir perjanjian. Gaya diplomatik dan metode Federasi Rusia dibedakan oleh tiga fitur yaitu, meningkatnya volume; pentingnya negosiasi bilateral; penurunan peran konferensi multilateral; dan rekonstruksi jaringan perjanjian federasi. Salah satu fitur yang paling mencolok dari perkembangan metode diplomatik di saat munculnya Uni Eropa sebagai aktor blok dalam diplomasi teknis multilateral.
Salah satu aspek yang lebih mencolok dari evolusi diplomasi modern adalah hubungan yang mengembangkan organisasi regional dengan organisasi regional lain, lembaga-lembaga internasional, kelompok negara dan negara masing-masing. upaya oleh negara-negara individu atau kelompok untuk mengembangkan hubungan yang signifikan di dalam perjanjian dan kerangka kerja kelembagaan dengan negara-negara lain atau kelompok-kelompok di luar transaksi yang rutin dapat digambarkan sebagai 'asosiatif diplomasi'. Asosiatif diplomasi melayani satu atau lebih dari sejumlah tujuan, termasuk pembentukan suatu kelompok yang lebih besar, koordinasi kebijakan dan saling membantu dalam mengelompokkan. Tujuan lainnya adalah pemeliharaan dari pengaruh politik, ekonomi atau keamanan pengelompokan 'primer', membatasi kekuasaan koersif aktual atau potensial dari kelompok lain ('pembatasan kerusakan'), dan peningkatan identitas anggota individual dalam kelompok tersebut. Umumnya ada empat unsur utama dalam asosiatif diplomasi . Ini termasuk kerangka kelembagaan dan perjanjian, pertemuan rutin para pemimpin politik senior dan pejabat, beberapa ukuran koordinasi kebijakan, dan skema untuk meningkatkan hubungan kelompok ekonomi, seperti kredit perdagangan, skema preferensi umum (GSP) bantuan proyek dan pinjaman keuangan. Asosiatif diplomasi dapat melibatkan satu atau lebih dari sektor utama kebijakan publik, termasuk pertukaran sosial-budaya, ekonomi hubungan (perdagangan, bantuan teknis dan keuangan), politik dan keamanan yang mungkin untuk membedakan berbagai jenis asosiatif diplomasi, seperti misalnya, campuran ekonomi-keamanan (dialog ASEAN); ekonomi (anggota Uni Eropa-asosiasi); keamanan (ekstensi NATO melalui Kemitraan untuk Perdamaian).
ListeRead phonetically
ASEAN
             Asosiatif diplomasi ASEAN dilakukan pada empat tingkat-dialog pertemuan tahunan, pertemuan tingkat menteri dengan mitra dialog individu atau organisasi internasional, dan pada tingkat pejabat berurusan dengan proyek-proyek tertentu, yang dikoordinasi oleh Gabungan Komite Koordinasi (JCC) di setiap negara. Tingkat keempat yang tidak biasa melibatkan dorongan kontak non-pemerintah. Asosiatif diplomasi ASEAN telah peduli dengan kedua isu politik dan ekonomi, meskipun surat itu memberikan perhatian yang besar. Aspek penting dari dimensi ekonomi adalah proyek pengembangan bantuan yang disediakan oleh negara-negara dialog individu. Dari perspektif ASEAN, dialog telah memberi kontribusi pada pengakuan yang lebih luas status ASEAN yang tumbuh dan penting dalam hubungan internasional. Selain dari akses perdagangan, ketidakpuasan dengan aspek proyek dialog terletak pada dua area. Pertama, lebih dari setengah 150 proyek yang dimulai sejak tahun 1975 telah dilakukan oleh lembaga internasional atau regional. Kedua, ketidakpuasan wilayah umum dengan kurangnya fokus atau prioritas yang jelas dalam dialog. Hasil dari tinjauan dialog dengan negara-negara yang ada kemudian memiliki konsentrasi lebih di akses pasar, masalah ekonomi internasional, masalah komoditi dan kerja sama sosial-budaya.
Diplomasi bilateral terdiri dua suku kata, yaitu diplomasi dan bilateral. Arti diplomasi adalah sebagai aplikasi intelejen dan taktik untuk menjalankan hubungan antara pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan bilateral adalah hubungan yang melibatkan dua negara. Jadi bisa disimpulkan bahwa diplomasi bilateral adalah sebagai aplikasi intelejen dan taktik untuk menjalankan hubungan antara pemerintahan yang berdaulat yang hanya melibatkan dua negara saja. Alternatif diplomasi lainnya adalah multilateral, yang melibatkan banyak negara dan unilateral, jika suatu negara bertindak sendiri. Diplomasi multilateral mendefinisikan keterkaitan fundamental dalam dunia global. Proyek-proyek diplomasi multilateral tidak hanya politik tetapi hubungan dan barometer etis untuk mengukur dan menjaga keseimbangan ketidakpercayaan, penyalahgunaan dan kritik perang. Jenis diplomasi memiliki kapasitas fungsional untuk memberikan harapan dan stabilitas melintasi batas-batas. Diplomasi multilateral telah membuka jalan untuk mengejar perdamaian, keamanan dan memahami karakteristik kunci dari aspek fungsional dari berbagai negara, Memang, resikonya tinggi tetapi diplomasi multilateral benar-benar yang sangat penting di dunia yang bertabrakan budaya dan perubahan konstan.

2.2  Diplomasi Indonesia dari Diplomasi Rahasia hingga Diplomasi Terbuka
Ditinjau dari segi kegiatan diplomasi Republik Indonesia, periode 1945-1950 merupakan masa yang sangat menentukan tidak saja karena kegiatan diplomasi Indonesia ketika itu mencuat, tetapi juga dalam kurun waktu tersebut diplomasi Indonesia diuji kempuhannya dengan bermacam tekanan dan intimidasi. Di samping aspek diplomasi itu, tidak dapat di bantah bahwa perjuangan bersenjata atau perang menjadi aspek lain yang ikut menentukan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada periode ini, para pemimpin Indonesia berupaya mencari satu penyelesaian yang dapat mempersingkat penderitaan rakyat dan menampilkan suasana damai yang akan dapat menjamin keselamatan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara tanpa perjuangan bersenjata senantiasa merupakan palu godam. Hal ini terlihat dalam pernyatan Soekarno pada awal September 1945 yang menekankan untuk antara diplomasi dan kekuatan bersenjata harus selaras. Diplomasi Indonesia saat itu bersifat tertutup, diplomasi tertutup/ close diplomacy dikenal dengan istilah First Track Diplomacy.
Diplomasi tertutup melibatkan pemerintah dengan pemerintah, sifatnya rahasia dan biasanya digunakan untuk mengakhiri suatu konflik dan pertikaian. First track diplomacy atau diplomasi tertutup ini menekankan peran penting suatu negara dalam mengadakan negosiasi menjaga dan memelihara perdamaian. Diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding, informing, and influencing foreign audiences. Jika proses diplomasi tradisional dikembangkan melalui mekanisme government to government relations, maka diplomasi publik lebih ditekankan pada government to people atau bahkan people to people relations. Diplomasi Publik bertujuan untuk mencari teman di kalangan masyarakat negara lain, yang dapat memberikan kontribusi bagi upaya membangun hubungan baik dengan negara lain. Diplomasi publik bukan bertindak sebagai pengganti Diplomasi tertutup akan tetapi turut melancarkan jalan bagi negosiasi dan persetujuan dalam rangka diplomasi tertutup dengan cara mendorong para diplomat untuk memanfaatkan informasi penting yang diperoleh pelaku-pelaku diplomasi publik. Diplomasi total dengan melibatkan diplomasi publik sangat dibutuhkan dalam rangka mencapai kesuksesan dalam menjalankan misi politik luar negeri. Diplomasi publik melibatkan berbagai aktor dengan bidangnya masing-masing, contohnya kaum bisnis atau profesional, warga negara biasa, kaum akademisi (peneliti, pendidik), NGO, lembaga-lembaga keagamaan dan keuangan, dan jalur kesembilan yakni media massa. Media massa memiliki fungsi yang sangat strategis karena memainkan peran sebagai pemersatu seluruh aktor diplomasi publik melalui aktivitas komunikasi.
Diplomasi Publik mempunyai Tujuan agar international society memiliki persepsi baik tentang suatu negara, yang ditinjau dari aspek civil society. Selain itu mengurangi atau menyelesaikan konflik melalui pemahaman komunikasi dan saling pengertian serta mempererat jalinan hubungan antar aktor internasional; mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, dan salah persepsi; menambah pengalaman dalam berinteraksi; mempengaruhi pola pikir dan tindakan pemerintah dengan menjelaskan akar permasalahan, perasaan, kebutuhan, dan mengeksplorasi pilihan-pilihan diplomasi tanpa prasangka; dan terakhir adalah memberikan landasan bagi terselenggaranya negosiasi-negosiasi yang lebih formal serta merancang kebijakan pemerintah. Pada intinya, publik memegang peranan yang semakin vital dalam menjalankan misi diplomasi sebuah negara terlebih pada situasi yang semakin terintegrasi dengan beragam bidangnya yang sangat variatif. Bagaimanapun juga, misi diplomasi tidak akan pernah berjalan dengan efektif tanpa keterlibatan publik. Diplomasi tertutup dan diplomasi publik merupakan proses yang saling menguntungkan dalam menciptakan perdamaian dalam manajemen konflik: dua putaran yang saling melengkapi, memiliki karakter dan tanggung jawab umum dalam konflik.























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diplomasi kontemporer telah mengalami beberapa perubahan signifikan dalam metode. Pada pemerintah tingkat komersial telah menjadi jauh lebih terlibat dalam pengelolaan perdagangan bilateral secara antar pemerintah maupun dengan entitas non-negara. Dalam diplomasi multilateral beberapa metode yang berbeda telah dicoba, termasuk asosiatif diplomasi. Perubahan lain dalam gaya dan metode diplomatik dalam pembahasan yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa masyarakat internasional berada dalam masa transisi dalam hal metode diplomatik yang berusaha untuk menemukan pengaturan yang baik untuk memperluas keanggotaan.

Diplomasi tertutup atau diplomasi rahasia melibatkan pemerintah dengan pemerintah, sifatnya rahasia dan biasanya digunakan untuk mengakhiri suatu konflik dan pertikaian. Diplomasi total atau diplomasi terbuka melibatkan diplomasi publik dalam rangka mencapai kesuksesan dalam menjalankan misi politik luar negeri. Sehingga Negara Indonesia merubah diplomasi rahasia menjadi diplomasi terbuka.

Minggu, 23 November 2014

Tugas Kapita Selekta "Kesetaraan Gender"

KESETARAAN GENDER TENAGA KERJA PEREMPUAN DI INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kapita Selekta
Pada Jurusan  Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jenderal Achmad Yani


Oleh :
Oki Anggraini
6211091020


E:\picture's\pic.jpeg



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2012
INTISARI
KESETARAAN GENDER TENAGA KERJA PEREMPUAN DI INDONESIA

Oleh :
Oki Anggraini
6211091020

Globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Globalisasi telah memberikan perubahan terhadap fokus isu internasional yang beralih pada masalah sosial atau peningkatan taraf hidup manusia. Taraf hidup di dunia dapat dikatakan masih cukup rendah karena banyaknya pekerja perempuan yang mendapat upah murah. Pada saat ini pekerja perempuan semakin meningkat meskipun dengan upah yang murah. Namun melihat hal itu, disatu sisi perempuan semakin diakui peranannya dalam pembangunan sedangkan di sisi lain kita tidak dapat memungkiri terhadap hal-hal semisal diskriminasi upah antara laki-laki dan perempuan, pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan keselamatan kerja, pengingkaran persyaratan-persyaratan kerja tertentu, dan sebagainya.
Berbagai peraturan yang berkenaan dengan perlindungan tenaga kerja telah berlaku di Indonesia, namun apakah hak serta perlindungan hukum yang diberikan terhadap tenaga kerja perempuan sudah menjamin kedudukan mereka dalam kenyataannya? Untuk membahas permasalahan mengenai hak dan perlindungan hukum yang diberikan terhadap tenaga kerja perempuan dalam kenyataannya, maka penulis akan menggunakan teori feminisme sebagai landasan pemikirannya. Teori feminisme ini merupakan suatu upaya untuk mengkritik atas tingkah laku laki-laki yang dimulai dari pemberian tekanan terhadap perempuan sebagai pekerja.

Kata Kunci : Tenaga Kerja, Perempuan, dan Hak
ABSTRACT
GENDER EQUALITY WOMEN WORKERS IN INDONESIA

By :
Oki Anggraini
6211091020

Globalization is a reality that has real consequences for how people and institutions around the world to walk.Globalization has given the changes in the focus of international issues are turning to social problems or improving the quality of human life. Standard of living in the world can be said is still quite low because of the many women who receive low wages. At this time women workers has increased despite the low wages. But look at it, on the one hand, women are increasingly recognized role in development, while on the other hand we can not deny to things such as wage discrimination between men and women, violations of the safety provisions, the denial of certain working conditions, and so on.
Regulations relating to labor protection has been in force in Indonesia, but whether the rights and legal protections afforded to women workers have guaranteed their place in reality? To address issues of legal rights and protections afforded to women workers, in fact, the author will use feminist theory as the basis of his thinking. Feminist theory is an attempt to criticize the behavior of men at the start of administration pressure on women as workers.

Key Word : Labor, Women, and Right



Pendahuluan
Pada saat berakhirnya Perang Dingin, dunia berada dalam masa transisi yang menunjukkan kecenderungan baru secara substansial sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Contoh yang dapat dilihat adalah mengemukanya isu-isu baru yang telah mengubah wajah dunia seperti konflik etnis, munculnya terorisme internasional, globalisasi, regionalisasi, dan cenderung pada isu-isu lokal. Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.[1] Sebagai fenomena baru, globalisasi dapat memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung dari sisi mana untuk melihatnya. Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan.[2] Namun para globalis tidak memiliki pendapat yang sama mengenai konsekuensi yang terjadi pada proses globalisasi, ada yang memiliki pandangan positif dan optimis, ada juga yang memiliki pandangan negatif dan pesimis.
Pendukung globalisasi menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia.[3] Pada kenyataannya justru globalisasi memberikan dampak yang buruk, diantaranya melemahnya pertumbuhan ekonomi, melemahkan industri dalam negeri, meningkatkan kemiskinan, meningkatnya pekerja perempuan dengan anak-anak karena upah yang murah, MNCs menerapkan industri padat modal, dan kesenjangan negara maju dan negara berkembang meningkat. Melihat dari kenyataan yang ditimbulkan dengan adanya globalisasi telah memberikan perubahan terhadap fokus isu internasional yang beralih pada masalah sosial atau peningkatan taraf hidup manusia. Taraf hidup di dunia dapat dikatakan masih cukup rendah karena banyaknya pekerja perempuan yang mendapat upah murah.
Dalam hidup bermasyarakat manusia belajar melalui lingkungan dengan sosialisasi, kenyataannya, biologis dan psikologis yang saling mempengaruhi.[4]  Kehidupan manusia di dunia direkayasa oleh lingkungan baik alam maupun tangan serta pikiran manusia sendiri. Manusia sejak lahir memang telah dibuatkan identitas oleh orang tuanya. Melalui proses belajar manusia membedakan jenis laki-laki dan perempuan yang tidak hanya memandang aspek biologisnya saja, tetapi juga dikaitkan dengan fungsi dasarnya dan kesesuaian pekerjaannya. Dengan kata lain melalui ideologi gender, manusia menciptakan "kotak" untuk laki-laki dan "kotak" untuk perempuan sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya.[5] Sehingga ciri laki-laki dan ciri perempuan "dikunci mati" oleh ideologi gender.
Pada prinsipnya gender merupakan interpretasi kultural atas perbedaan jenis kelamin.[6] Gender membagi atribut dan pekerjaan menjadi "maskulin" dan "feminim". Gender maskulin pada umumnya berhubungan dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan gender feminim berhubungan dengan jenis kelamin perempuan. Gender memang tidak bersifat universal, akan tetapi hierarki gender bisa dikatakan universal. Berbagai studi lintas budaya menunjukkan bahwa perempuan selalu berada dalam posisi tersubordinasi.[7]  Pada saat ini pekerja perempuan semakin meningkat meskipun dengan upah yang murah. Namun melihat hal itu, disatu sisi perempuan semakin diakui peranannya dalam pembangunan sedangkan di sisi lain kita tidak dapat memungkiri terhadap hal-hal semisal diskriminasi upah antara laki-laki dan perempuan, pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan keselamatan kerja, pengingkaran persyaratan-persyaratan kerja tertentu, dan sebagainya.
Perempuan dalam pembangunan memperlihatkan peran sentral perempuan sebagai penghasil nafkah hidup dan pemberi nafkah atas kebutuhan dasar dalam negara berkembang dan masyarakat yang sedang berkembang. Perempuan ini lebih dimotivasi oleh keinginan untuk 'mengintegrasikan' perempuan ke dalam proses pembangunan daripada oleh keinginan untuk mengakui dan mendukung perempuan yang telah memiliki peran integral dan diperlukan dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Perempuan dalam pembangunan biasanya hanya membantu perempuan untuk memenuhi kebutuhan kepentingan dan kebutuhan praktis dalam peranan sub-ordinannya. Sehingga sedikit sekali memberikan kepada perempuan keterampilan untuk memahami atau mengetahui sistem sosial, ekonomi dan politik tempat mereka hidup. Akibatnya ketidaksetaraan yang ada antara laki-laki dan perempuan diperkuat dengan bantuan pembangunan internasional. Berbagai peraturan yang berkenaan dengan perlindungan tenaga kerja telah berlaku di Indonesia, namun apakah hak serta perlindungan hukum yang diberikan terhadap tenaga kerja perempuan sudah menjamin kedudukan mereka dalam kenyataannya?
Rebecca Grant menyatakan bahwa teori feminis berkembang berdampingan dengan teori Hubungan Internasional pada abad 20 sejak berakhirnya Perang Dunia I dan khususnya keberhasilan gerakan untuk menuntut hak pilih bagi perempuan di Inggris dan Amerika Serikat.[8] Teori feminisme ini merupakan suatu upaya untuk mengkritik atas tingkah laku laki-laki yang dimulai dari pemberian tekanan terhadap perempuan sebagai pekerja. Feminisme saat ini memang sudah menjadi bagian dari apa yang disebut 'Warisan Pencerahan Eropa' dan imbas upaya universalisasi emansipasi, kebenaran, dan rasionalitas, meskipun 'keterkaitannya dengan warisan tersebut sering kali dicatat sebagai sebuah bentuk perlawanan'.[9] Beragam feminisme timbul dari gerakan feminis itu sendiri, yaitu ketika sekelompok perempuan yang berbeda menghadapi representasi feminisme yang luar biasa.
Menurut pemikir-pemikir feminis, Hubungan Internasional sebagai suatu disiplin tidak terpisah dari praktik pemisahan gender dan realitas hierarki gender : perempuan dan kaum feminis telah disingkirkan dari panggung politik. Berbagai analisis feminis menampakkan gender sebagai sebuah variabel dalam pembuatan keputusan luar negeri dengan menunjukkan dominasi gender laki-laki atas praktisi-praktisi konvensional dan memperlihatkan karakteristik maskulin sebagai aktor rasional strategis yang membuat keputusan hidup dan mati atas nama sebuah konsepsi abstrak 'kepentingan nasional'.[10] Kedudukan perempuan menjadi kurang diperhatikan dalam pengambilan keputusan hal-hal yang penting karena terikatnya perhatian para negarawan kepada maskulinitas. Gender adalah sebuah variabel, suatu konstitusi teoritis, dan kategori transformatif epistemik di dalam keilmuan Hubungan Internasional, yang menyatakan bahwa praktek politik internasional yang nyata telah mengalami kerugian karena mengabaikan perspektif feminis.




Pembahasan
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia.[11] Jumlah perempuan di Indonesia telah ada hampir setengahnya dari populasi penduduk yang semestinya direpresentasikan secara proporsional. Namun pada kenyataannya kondisi perempuan di Indonesia belum dapat dikatakan menggembirakan, di usia yang produktif ternyata masih terus dihantui oleh angka kematian ibu melahirkan yang cukup tinggi yakni 307 : 100.000 (versi pemerintah) adalah tertinggi di negara-negara ASEAN.[12] Perempuan Indonesia menghadapi persoalan akibat dari ketimpangan gender di lingkup domestik maupun publik. Dalam kasus antar gender, bargaining power laki-laki lebih kuat, sehingga sering kali terjadi eksploitasi, majikan terhadap buruh perempuannya, suami terhadap istrinya.
Feminisme, tuntutan agar perempuan sama di segala bidang merupakan wujud dari keinginannya untuk menyejahterakan dirinya, keinginan untuk membuang beban dengan tidak ingin punya anak, mungkin karena adanya reaksi kebencian terhadap laki-laki karena menindas kepentingannya. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dalam upaya penyetaraan gender, yang memang terbukti banyak produk hukum dan kebijakan publik yang telah dikeluarkan, namun persoalan gender masih saja terus muncul. Berikut adalah beberapa produk hukum dan komitmen pemerintah tersebut :[13]
1.      Undang-Undang Dasar 1945
Wanita dan pria memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam keluarga, masyarakat dan pembangunan.
2.      GBHN 1999-2004 (TAP/IV/MPR/1999)
Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender.
Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta histories perjuangan kaum perempuan.
3.      UU Nomor 7 tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.
4.      Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 : Sistem pendidikan nasional wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dimulai tahun 1984. Orang tua dianjurkan menyekolahkan anaknya baik wanita ataupun pria sekurang-kurangnya sampai menyelesaikan SLTP.
5.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
6.      Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional.
7.      Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan di Daerah.
8.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor per-03/MEN/1989 : larangan pemberhentian hubungan kerja bagi wanita karena perkawinan, hamil dan melahirkan.
9.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor per-04/MEN/1989 : aturan (tata cara) untuk melindungi tenaga kerja wanita yang bekerja pada malam hari.
10.  Perjanjian tentang persamaan pembayaran upah/gaji bagi wanita dan pria untuk pekerjaan yang sama di Jenewa, disetujui dengan UU Nomor 80 tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 100 Mengenai pengupahan bagi laki-laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya (lembaran negara No. 171 tahun 1957).
11.  Konferensi Beijing "Beijing Platform for Action", 1995 merinci 12 keprihatinan terhadap perempuan yang dikenal dengan 12 critical issues.
12.  Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development-ICPD), Cairo 1994 mengagendakan perlindungan terhadap hak reproduksi perempuan dalam pembangunan yang berkelanjutan.
13.  Tujuan Pembangunan Millennium / Millennium Development Goals (MDGs) di tahun 2000 terutama pada tujuan ketiga yakni : mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Serta tujuan kelima yakni peningkatan kesehatan ibu.
14.  Instruksi Presiden No. 3 tahun 2010 tentang Pembangunan berkeadilan (sebagai penjabaran program MDGs).
Dari semua produk hukum dan kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut sebenarnya belum jelas dapat dilakukan secara nyata jika ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan terus ada. Kesetaraan gender dapat terjadi dengan adanya kesamaan persepsi mengenai suatu hal yang terjadi dalam kehidupan, baik itu persepsi yang berasal dari laki-laki ataupun perempuan. Sehingga dalam mencara penyelesaian suatu masalah, atau membuat suatu kebijakan pun tidak akan mementingkan satu pihak saja tetapi akan lebih mementingkan dari segala sudut pandang beserta akibatnya.
Perempuan masih dianggap manusia kelas dua, dan memang hal tersebut diakui oleh perempuan dengan menonjolkan identitas mereka, sesungguhnya selama ini telah berlaku kompromi antara laki-laki dan perempuan. Dalam kompromi tersebut akan menampung semua kepentingan bersama, untuk membuat kesepakatan dalam hak dan kewajiban mereka sebagai diri masing-masing. Kesepakatan yang didapatkan dari kompromi antara laki-laki dan perempuan harus terjadi karena feminisme radikal yang menjauhkan perempuan dari laki-laki yang belum diterima di Indonesia. Yang terjadi justru perempuan harus maju bersama dengan laki-laki secara dominan.
Melihat dari ketentuan Undang-Undang yang melarang adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam dunia kerja (das sollen), maka seharusnya di dalam kenyataannya perempuan yang bekerja memang benar-benar diperlakukan tanpa adanya diskriminasi dengan laki-laki. Akan tetapi di dalam kenyataannya (das sein) sering terjadi diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam banyak aspek dari pekerjaan.

Pasal 1 Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja menyebutkan bahwa "tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat."[14] Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa perempuan dapat menjadi tenaga kerja dan berpenghasilan tidak hanya laki-laki. Selain itu juga, tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun diluar hubungan kerja dengan alat produksi utama berupa tenaga maupun pikiran dari yang bersangkutan. Namun hingga saat ini peraturan-peraturan tentang ketenagakerjaan barulah menjangkau tenaga kerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan. Di dalam hubungan kerja sebenarnya muncul keharusan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak yang mengikatkan diri.

Hak atas Perlindungan Hukum
Tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Adapun berbagai peraturan mengenai larangan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin di bidang ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :[15]
1.      Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 27 ayat 2) : "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
2.      Undang-Undang No. 1 tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-undang No. 12 tahun 1948 (pasal 1) : "Orang dewasa; ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur di atas 18 tahun ke atas; orang muda ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur di atas 14 tahun tetapi di bawah 18 tahun; anak-anak ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 14 tahun ke bawah".
3.      Undang-undang No. 80 tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 100, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
4.      Undang-undang No. 14 tahun 1969 (pasal 2) : "Dalam menjalankan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya tidak boleh ada diskriminasi".
5.      Undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
Dari kelima undang-undang yang telah dipaparkan sebelumnya, jelas terlihat bahwa adanya larangan untuk mengadakan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.
Dalam perusahaan di Indonesia masih adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Perusahaan tersebut memberikan upah kepada pekerjanya dengan memberikan tunjangan anak atau keluarga. Bagi tenaga kerja laki-laki yang berstatus menikah ataupun duda dan mempunyai anak, akan diberikan tunjangan tersebut. Namun bagi tenaga kerja perempuan dengan status yang sama akan diperlakukan berbeda, artinya tetap dianggap sebagai bujangan dengan akibat tidak memperoleh tunjangan keluarga. Dari hal tersebut ketidakadilan telah muncul dalam hal pengingkaran status yang mengakibatkan tindakan diskriminasi. Namun perusahaan sering menggunakan alasan jika tenaga kerja perempuan menikah, maka jika suami bekerja, anak-anak sudah masuk dalam daftar gaji suami.
Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pengusaha dibebani kewajiban untuk mengupayakan agar syarat-syarat keselamatan kerja terjamin sebagaimana terinci dalam pasal 3 ayat (1), yang antara lain memuat keharusan untuk pencegahan bahaya kebakaran dan peledakan, memberikan alat perlindungan dini, mencegah timbulnya penyakit akibat kerja, menjaga kebersihan, mengusahakan adanya penerangan dan penyegaran udara yang cukup, dan sebagainya.[16]
Ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja tampaknya secara umum belum mencapai tujuan yang maksimal. Masih banyak keluhan yang terdengar dari para pekerja melalui berbagai media mengenai kesehatan kerja. Dengan upah yang di bawah upah minimum rasanya tidak mungkin dapat memenuhi persyaratan makan yang bergizi, yang sangat perlu untuk menjaga produktivitas kerjanya. Kalaupun perusahaan memberikan uang makan, sering tidak mencukupi atau jika menyediakan makanan pun dapat dikatakan masih makanan yang kurang bergizi. Selain itu fasilitas kesehatan pun terkadang tidak tersedia di dalam suatu perusahaan, sehingga kondisi kesehatan para pekerja sulit untuk terkontrol.
Pekerja laki-laki dan perempuan memang terkadang dibedakan dalam penerimaan upah namun untuk jam kerja pun terkadang disamakan sehingga merugikan pekerja perempuan. Larangan bagi tenaga kerja perempuan untuk bekerja pada malam hari didasarkan pada perlindungan terhadap kesehatan dan kesusilaan. Pada prinsipnya tenaga kerja wanita tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan pada malam hari, kecuali jika memang pekerjaan itu menurut sifat, tempat, dan keadaannya dijalankan oleh wanita tidak dapat dihindarkan berhubung dengan kepentingan atau kesejahteraan umum.
Sebagai sumber tenaga kerja yang murah dengan upah yang fleksibel, barisan tenaga kerja cadangan, perempuan, terutama perempuan miskin yang tertekan oleh ras, etnis, bangsa, dan kelas, juga secara tidak proporsional rentan terhadap deregulasi pasar tenaga kerja. Dari paparan yang telah disampaikan sebelumnya dapat dikatakan bahwa adanya peningkatan feminisasi kemiskinan global dan hakekat pembagian baru tenaga kerja. Tenaga kerja internasional ter-gender-kan yang sangat mengandalkan tenaga kerja wanita dalam mengekspor pengembangan wilayah negara berkembang, peningkatan seks-tourisme, tenaga kerja domestik migran dan istri yang tunduk pada suami.
Pada saat ini banyak jabatan dan pekerjaan yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki menjadi didominasi oleh perempuan. Ini berarti bahwa timbul perubahan pada pakerja perempuan dengan biaya rendah, posisi tawar lemah, bahkan paruh waktu atau sistem kontrak-temporer yang memiliki sedikit keuntungan sosial. Perubahan dalam pembagian kerja global dan ter-gender-kan telah benar-benar mengeksploitasi pekerja perempuan di Indonesia. Pekerja perempuan telah terkonstruksi, didukung dan terdorong oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan perintah-perintah yang ada.

Partisipasi Perempuan di Sektor Publik
Status ketenagakerjaan perempuan di Indonesia, khususnya di sektor publik belum memuaskan. Keterwakilan perempuan sebagai pengambil keputusan di lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan judikatif belum cukup penting untuk bisa mempengaruhi proses pengambilan keputusan secara keseluruhan. Meskipun Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum mengamanatkan aksi afirmasi yaitu 30% kuota untuk perempuan dalam partai politik, namun keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif masih rendah. Pada periode 1992-1997, proporsi perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah 12,0% sedangkan pada periode 1999-2004 adalah 9,9%, dan pada periode 2004-2009 adalah 11,6%. Keterwakilan perempuan di DPD (yang dibentuk pada tahun 2004) juga masih rendah yaitu 19,8%. Pegawai negeri sipil (PNS) perempuan yang menjabat sebagai eselon I, II, dan III masih rendah, yaitu 12%. Demikian halnya peran perempuan di lembaga judikatif juga masih rendah, masing-masing sebesar 20% sebagai hakim, dan 18% sebagai hakim agung pada tahun 2004.

Dampak Feminisme pada Perempuan Indonesia
Gerakan feminisme yang terjadi di dunia telah memberikan gejala langsung terhadap perempuan-perempuan di Indonesia. Di Indonesia sebenarnya telah terjadi kebangkitan gerakan emansipasi yang dipelopori oleh R.A. Kartini, kesadaran feminisme dirasakan berlangsung dalam lingkungan yang begitu berbeda. Adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dilakukan untuk menghindarkan iklim konfrontatif. Upaya untuk mengkaitkan gerakan feminisme pada satu pihak dengan keadaan perempuan di Indonesia. Adapun dampak feminisme yang ditimbulkan pada perempuan di Indonesia antara lain adalah :
-         Pengaruh seorang R.A. Kartini terutama dalam menggugah aspirasi pendidikan bagi perempuan Indonesia, tetapi dengan cita-cita yang terbatas pada pendidikan menjadi istri dan ibu yang lebih dipersiapkan untuk tugasnya.
-         Tampilnya gerakan perempuan yang terangsang oleh gerakan Sumpah Pemuda sekaligus berarti kebangkitan untuk berorganisasi, berarti ruang gerak diluar rumah dalam aspirasi nasional dan modern, sekaligus memberi akses pendidikan.
-         Revolusi dan perang kemerdekaan melepaskan wanita lebih luas dari etnisitas tradisional, pelonggaran sikap terhadap tradisi yang sekaligus berarti aspirasi pendidikan yang lebih demokratis meluas ke lapisan-lapisan masyarakat, yang lebih luas daripada para elite bangsa.
-         Adanya peluang untuk mendapatkan lapangan pekerjaan bagi perempuan-perempuan yang memiliki pendidikan ataupun yang ingin memiliki penghasilan sendiri untuk membiayai hidupnya dan keluarga.
-         Telah berkembangnya idiom "wanita dan pembangunan" dengan GBHN yang memberi peluang untuk berperan ganda tetapi dengan pemagaran untuk tidak meninggalkan "kodrat" kewanitaannya.
-         Paradigma feminis telah memperoleh tempat nyata lewat penyebaran idiom "gerakan perempuan", yang semakin jeli terhadap ketimpangan-ketimpangan masyarakat, ideologi gender, dan pelecehan seksual.
-         Peran perempuan dalam masyarakat telah berubah drastis dan dinamis.
-         Sadar atau tidak sadar, dunia dan peran perempuan telah berubah tak sesuai dengan perubahan dunia dari nilai-nilai tradisi ke modern, kemudian ke pasca modern.
Dari dampak-dampak yang telah dipaparkan jelas terlihat bahwa setiap manusia akan selalu terpengarul oleh apa yang terjadi di sekelilingnya. Tidak ada manusia yang mampu untuk menutup diri dari kehidupan orang lain. Sama seperti suatu negara yang mendapat pengaruh dari negara lain karena adanya globalisasi.

Penutup
Kesetaraan gender dapat terjadi dengan adanya kesamaan persepsi mengenai suatu hal yang terjadi dalam kehidupan, baik itu persepsi yang berasal dari laki-laki ataupun perempuan. Sehingga dalam mencara penyelesaian suatu masalah, atau membuat suatu kebijakan pun tidak akan mementingkan satu pihak saja tetapi akan lebih mementingkan dari segala sudut pandang beserta akibatnya.
Melihat dari ketentuan Undang-Undang yang melarang adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam dunia kerja (das sollen), maka seharusnya di dalam kenyataannya perempuan yang bekerja memang benar-benar diperlakukan tanpa adanya diskriminasi dengan laki-laki. Akan tetapi di dalam kenyataannya (das sein) sering terjadi diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam banyak aspek dari pekerjaan.
Sebagai sumber tenaga kerja yang murah dengan upah yang fleksibel, barisan tenaga kerja cadangan, perempuan, terutama perempuan miskin yang tertekan oleh ras, etnis, bangsa, dan kelas, juga secara tidak proporsional rentan terhadap deregulasi pasar tenaga kerja.
Status ketenagakerjaan perempuan di Indonesia, khususnya di sektor publik belum memuaskan. Keterwakilan perempuan sebagai pengambil keputusan di lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan judikatif belum cukup penting untuk bisa mempengaruhi proses pengambilan keputusan secara keseluruhan. Meskipun Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum mengamanatkan aksi afirmasi yaitu 30% kuota untuk perempuan dalam partai politik, namun keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif masih rendah. Adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dilakukan untuk menghindarkan iklim konfrontatif.

Daftar Pustaka
Adriana Venny. 2010. Memberantas Kemiskinan dari Parlemen. Jakarta : Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia.
Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, dan Agus Fahri Husein. 1993. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
Scott Burchill dan Andew Linklater. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional. Bandung : Penerbit Nusa Media.




[1] Dr. Hj. Sri Hayati, M.Pd. dan Drs. Ahmad Yani, M.Si, 2007, Geografi Politik, Bandung : PT. Refika Aditama, Hlm. 109
[2] Ibid. Hlm. 111
[3] Ibid. Hlm. 112
[4] Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, dan Agus Fahri Husein, 1993, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, Hlm. 3
[5] Ibid. Hlm. 4
[6] Ibid. Hlm. 30
[7] Henrietta L. Moore, 1998, Feminism and Anthropology, Cambridge : Polity Press, Dikutip dari Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, dan Agus Fahri Husein, 1993, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, Hlm. 33
[8] R. Grant, 'The Quagmire of Gender and International Security', dalm V. S. Peterson (Ed.), Gendered States (Boulder: 1992), Hlm. 86, Dikutip dari Scott Burchill dan Andew Linklater, 2009, Teori-Teori Hubungan Internasional, Bandung : Penerbit Nusa Media, Hlm. 283
[9] G. Spivak, 'French Feminism Revisited : Ethics and Politics', dalam J. Scott dan J. Butler, eds., Femnist Theorize the Political (New York : 1992), Hlm. 57, Dikutip dari Scott Burchill dan Andew Linklater, 2009, Teori-Teori Hubungan Internasional, Bandung : Penerbit Nusa Media, Hlm. 283
[10] Scott Burchill dan Andew Linklater, 2009, Teori-Teori Hubungan Internasional, Bandung : Penerbit Nusa Media, Hlm. 296
[11] Prijono Tjiptoherijanto, Krisis Ekonomi dan Pembangunan Kependudukan, Diakses dari http://www.bappenas.go.id, Dikutip dari Adriana Venny, 2010, Memberantas Kemiskinan dari Parlemen, Jakarta : Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia, Hlm. 67
[12] Angka Kematian Ibu Melahirkan di Indonesia tertinggi di Asean, Diakses dari http://www.suarapembaruan.com/News/2003/09/02/index.html, Dikutip dari Adriana Venny, 2010, Memberantas Kemiskinan dari Parlemen, Jakarta : Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia, Hlm. 68
[13] Adriana Venny, 2010, Memberantas Kemiskinan dari Parlemen, Jakarta : Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia, Hlm. 70
[14] Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, dan Agus Fahri Husein, 1993, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, Hlm. 38
[15] Ibid. Hlm. 39
[16] Ibid. Hlm. 41